DOKTOR ILMU HUKUM

WELLCOME TO CAFEL



MENCERDASKAN GENERASI

MENCERAHKAN ELEMEN BANGSA

MEMBUKA JENDELA DUNIA







Thursday, November 25, 2010

PENUMPANG YANG TERHORMAT

Boeing 737 900ER
Lionair kembali menjadi sayapku untuk tugas kecil di Medan. Untuk kesekian kali aku memilih Lion. Boeing 737 900ER yang menjadi kebanggaan maskapai ini bukan isapan jempol. Kabin yang ditawarkan cukup menyaingi armada milik perusahaan negara. Pertama kali aku menikmati Boeing 737 900ER ini tahun 2008, perjalanan ke Medan.

Dalam perjalanan kali ini aku tersentak atas sebuah drama yang terjadi dalam kabin.
Betul-betul menggelisahkan.
Bayangkan saja, selepas pesawat mendarat mulus di Bandara Soekarno Hata (Suta), tidak lama berselang dua orang ibu setengah baya berdiri dan membuka kabin lalu mengambil tasnya. Seorang ibu di sebelah kiri saya langsung mengaktifkan telepon. Seorang pria yang tampangnya cukup berwibawa berdiri dari kursinya persis di belakang saya dan maju tiga baris ke depan. Bapak inipun mau mengambil tasnya.
Melihat adegan yang demikian, spontan pramugari berlarian ke arah mereka sambil meminta agar mereka tetap duduk dan menonaktifkan ponsel. Pramugari menjelaskan bahwa posisi pesawat masih jauh dari terminal.

Pemandangan tersebut di atas semakin lazin saya saksikan. Khususnya jika menggunakan maskapai non pemerintah. Penyebabnya apa, aku belum tahu persis,namun beberapa dugaan muncul dalam benak.
Pertama, sejakan 2008 sampai sekarang, maskapai kurang melakukan edukasi kepada pelanggannya (penumpang). Saya katakan kurang, karena sudah ada upaya yang dibuat antara lain pengumuman pada saat akan berangkat (take off), tulisan kecil di jok dengan mengutip perundangan yang melarang penggunaan ponsel selama dalam pesawat.
Tanpa adanya suatu upaya ekstra maka peringatan tersebut akan diabaikan. Peringatan yang sudah mengandung sanksi dan dendan bagi kebanyakan masyarakat dianggap angin lalu saja. Apalagi peringatan tersebut sulit diterapkan. Mana mungkin di tengah persaingan saat ini ada masakapai yang melakukan sanksi terhadap pelanggannya. Bisa kabur itu pelanggan.
Kedua, para kru terkesan enggan menegur penumpang yang masing berhalo-halo ketika masuk pesawat.

Alternatif lain yang perlu dicoba adalah edukasi bukan juridikasi. Edukasi praktis adalah memberikan informasi kepada pelanggan selama dalam pesawat hal-hal yang merugikan penumpang jika melakukan aksi terutama mengaktifkan ponsel.
Pinjamkan replika ponsel sebagai ganti pemanis (sweetener) yang berisi info kerugian ponsel di pesawat.
Jelaskan dan berikan contoh nyata akibat dari kecerobohan kecil yang membahayakan isi pesawat.
Tentu saja pada saat mengeluarkan informasi tersebut, selalu diselingi dengan senjata ampuh para pramugari, senyum maut.

Apabila edukasi ini ditunda bahkan diabaikan, suatu saat bukan maskapai saja, tetapi penumpang yang sudah memahami resiko dan mematuhi aturan main dalam pesawat seperti saya akan tiba pada kerugian.
Kalau hal ini kejadian, jangan kita lagi berkata aduh betapa beratnya musibah ini. Ini bukan musibah tapi kerugian yang kita tunggu-tunggu.

Semoga maskapai di nusantara semakin berjaya.

Jakarta, 25 Nopember 2010

No comments:

Post a Comment