DOKTOR ILMU HUKUM

WELLCOME TO CAFEL



MENCERDASKAN GENERASI

MENCERAHKAN ELEMEN BANGSA

MEMBUKA JENDELA DUNIA







Monday, March 16, 2009

USAHA RUMAH (UR) KARTIKA

Alexo   membuat sebuah keputusan yang radikal pada awal Maret 2009. Ia mengingat mimpinya yang sudah lama terkubur  memiliki bisnis, seperti sepupunya. Bisnis  yang dipilihnya adalah  menjadi pengecer  gas isi ulang  ukuran kecil.  Penghasilan yang diperolehnya sebagai  karyawan di sebuah perusahaan swasta tidak menjamin  tersedianya  kebutuhan  isteri dan ketiga anaknya. Apalagi  Nining  puteri sulungnya sudah akan menginjak  bangku  SD tahun ini. Dari  bisik-bisik menjelang tidur dengan isteri tersayang  Kartika, Alexo  kaget  mengetahui  uang pertama masuk  sekolah masa sekarang mencapai  puluhan juta.  

Keputusan radikal itulah yang membuat Alexo  kelihatan  lebih  pendiam dan sibuk akhir-akhir ini. Pergulatan dalam fikirannya  menghanyutkan Alexo pada berbagai masalah. Alexo seolah-olah terhisap oleh kuatnya suara  yang mendengung-dengung.  Bisnis itu susah. Bagaimana kalau gagal. Barang dagangan tidak laku. Saingan banyak dan modalnya lebih kuat. Namun yang paling  membebat  hati dan fikiran Alexo adalah dari mana modal usaha. Bisnis butuh modal…usaha perlu biaya dan pengorbanan.  Kartika  tak kuasa  membendung  kegalauan fikiran  Alexo karena Kartika sendiri  sangat mendukung mimpi Alexo untuk memulai  bisnis, tapi Kartika belum  punya jalan keluar untuk mencari modal. Sekali pernah Kartika  menyarankan Alexo untuk pinjam modal dari teman. Tapi siapa?  Teman Alexo  hampir semua mempunyai masalah yang sama.

Meskipun dilanda  kebuntuan  modal usaha, Alexo tetap  bertekad  untuk  memvisualisasikan  impiannya berbisnis. Walaupun belum punya modal dia  mencari informasi  harga tabung gas ukuran kecil. Dimana lokasi  usaha yang akan dijalankan. Alexo juga sudah memiliki  komunikasi dengan agen  gas. Selain itu, Alexo sudah menghitung  tetangganya yang akan jadi pelanggan. Dia sangat  meyakini bahwa semua  warga masyarakat  di sekitarnya sudah  menggunakan gas  mengikuti  program  konversi minyak tanah ke gas yang dicanangkan pemerintah sejak tahun lalu. Secara kasar Alexo memerlukan dana sekitar  Rp.9 jt yang akan dipergunakan untuk :

  1. membeli tabung kosong  50 @Rp.150.000
  2. membeli isi gas  25 tabung @Rp.14.000
  3. membuat iklan 500 lbr  @Rp.100
  4. sewa kios sebulan Rp.500.000
  5. biaya operasional Rp.500.000

Alexo memperhitungkan  jumlah keluarga di dalam  wilayah usahanya yang menggunakan gas ukuran 3kg sekitar  600 kepala keluarga. Dengan rata-rata  pemakaian 1 tabung  dua minggu, Alexo mempunyai  target  akan menjual 20 tabung sehari.  Kartika mengusulkan agar dibuat iklan untuk pemberitahuan kepada warga. Mulanya Alexo kurang sependapat dengan Kartika mengenai iklan karena alasan  pemborosan biaya. Tapi Kartika  berhasil  menghilangkan keraguan Alexo dengan menjelaskan bahwa  banyak warga yang tidak tahu menahu  perkembangan warga di sekitarnya. Biasalah penyakit umumnya warga Jakarta, cuek alias autis. Selain menyetujui  pemasangan iklan, Kartika kebagian tugas untuk membuat  iklannya. Selain untuk menghargai  Kartika, Alexo menyetujui iklan karena dia kurang paham  komunikasi massa. Terlebih lagi, yang menjadi perhatian utamanya adalah modal. Dari mana cari modal?

Alexo pernah berfikir untuk meminjam ke bank, mengingat dia memiliki rekening di salah satu bank besar. Rekening itu merupakan  penampungan  penghasilan Alexo dari perusahaan. Niat ke bank urung dilanjutkan karena Alexo pernah mendengar dari kawan dekatnya betapa susahnya mengajukan  pinjaman ke bank. Meskipun saat ini sedang digalakkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tapi tetap saja bank mempersyaratkan  jaminan. Bahkan Alexo hampir tidak percaya mendengar untuk mencairkan  pinjaman yang disetujui  tidak gratis. Harus mengeluarkan biaya survey, amplop pelumas bahkan  jasa para  pejabat bank. Masih menurut  teman Alexo, tetangganya yang berhasil mendapat pinjaman bank Rp. 25 jt  harus  disunat  sekitar  Rp.1 jt. Tapi  tetangganya  tidak berdaya dan suka tidak suka terpaksa rela. Memasuki minggu ke empat bulan Maret 2009, Alexo masih belum menemukan jalan lurus untuk mendapat modal usaha yang sudah ditimang-timangnya setiap saat. Bahkan Kartika sering mengingatkan agar Alexo  makan  dan istirahat yang akhir-akhir ini mulai dilupakan Alexo.

Suatu hari, Alexo menghadiri  rapat  karyawan yang diselenggarkan divisi untuk perkenalan dengan  bos baru. Seperti biasa, Alexo kurang semangat mengikuti rapat karena selama ini tidak ada artinya bagi Alexo dan teman-teman. Bahkan Alexo sering tidak hadir  dengan mengemukakan ada tugas pada saat yang bersamaan dengan rapat.  Tapi karena perkenalan dengan bos baru, Alexo menghadiri rapat itu. Alexo akhirnya tahu bos baru masih muda, bernama  Andila  dari Sulawesi.

Setiap hari Jumat sore,  teman sekerja  Alexo  melakukan olah raga tenis  di belakang  kantor. Alexo tidak rutin berlatih. Jumat kali ini Alexo  berada di lapangan tennis niatnya  bukan untuk latihan tapi mau curhat kepada  seorang temannya mengenai  mimpinya yang menjadi “hantu” akhir-akhir ini. Isteri temannya ini bekerja di Departemen Keuangan. Melalui temannya ini, Alexo mau pinjam uang untuk modal.

Karena Alexo bukan petenis sejati, maka dia memberikan kesempatan kepada rekan lain untuk bermain tennis meskipun dia berhak main terlebih dulu  karena dia datang lebih awal. Sambil duduk memperhatikan pukulan temannya, secara tidak sadar, Alexo menggeleng-gelengkan kepala mengikuti  bola yang  bergerak  ke arah lawan. Sesekali Alexo histeris  berteriak  ketika  regu di kanannya  gagal memanfaatkan bola yang matang untuk di smash. Larut dalam  serunya permainan rekannya  Alexo seakan melupakan sejenak beban fikirannya  bahkan tujuan utamanya hadir di lapangan tenis sore itu. Bukan hanya rekannya yang asyik berusaha memindahkan bola, Alexo sendiri  tidak menyadari kehadiran seorang lain di lapangan itu. Alexo dan rekannya  fokus pada gerakan bola tennis. Tiba-tiba terdengar suara datar, “ Bagus juga permainannya”. Suara itu sontak mengejutkan Alexo. Sambil menoleh ke arah pemilik suara, spontan Alexo berucap “ Ehhh pak Andila, maaf pak  tidak tahu Bapak datang. Oh tidak apa-apa  jawab pak Andil sambil menatap permainan  dilapangan.

Pak Andila mengambil posisi duduk di samping Alexo. Alexo sedikit  canggung, karena tidak biasa bersentuhan dengan bos selama ini. Kecanggunang Alexo  tidak bertahan lama  karena Pak Andila  membuka  percakapan yang  mengesankan keramahan. Alexo sendiri mulai mengimbangi percakapan dengan pak Andila bahkan dia mencetuskan niatnya untuk berbisni kecil-kecilan. Beruntung,  pak Andila  memberikan dukungan moral kepada Alexo untuk segera  berusaha. Selain itu, pak Andila berjanji akan mengunjungi  rumah Alexo hari Sabtu esoknya.

Seakan mimpi di siang bolong, Alexo  seperti  mau pingsan ketika  hapenya berbunyi  dan suara disebelah dikenalnya pak Andila. Lebih menegangkan lagi, pak Andila sudah parkir di depan rumah Alexo. Wah, pak Andila silahkan,  repot-repot  mengunjungi gubuk kami… basa basi keluarg dari mulut Alexo. Sembari berjalan ke pintu masuk, Alexo memanggil Kartika  dan memperkenalkan  pak Andila.

Belum lama duduk, pak Andila  menyampaikan bahwa dia tertarik pada perbincangan kemarin mengenai  rencana Alexo berbisnis.  Kedatangan pak Andila  selain silaturahim, juga mau mendalami  usaha Alexo. Bahkan setelah memperhatikan  wilayah sekitar, pak Andila menawarkan kerjasama. Saya bersedia  memberikan modal, asalkan  pak Alexo dan ibu Kartika  sehati dan serius  untuk berusaha. Apakah  usahanya dijalankan di rumah ini atau ada tempat lain? lanjut pertanyaan pak Andila. Kartika menjawab sebaiknya di rumah ini dulu pak Andila, sambil melihat perkembangannya nanti. OK, itu baik sekali. bagaimana  pak Alexo kapan mulai bisnis ini? Sudah ada kesepakatan dengan agen gas itu? Dengan agak ragu Alexo menjawab, sudah pak, bahkan mereka sudah beberapa kali menanyakan kapa dikirim barangnya. Nah, kalau begitu  silahkan dimulai saja. Hari senin, uangnya saya serahkan. tapi janji lho, kita mitra  dan aku bukan kreditor. Baik pak serentak Alexo dan Kartika menjawab. Baiklah pak Alexo dan ibu, saya mohon pamit.

Setelah mengantar kepulangan pak Andila, Alexo setengah berlari masuk ke rumah dan langsung merangktul  Kartika. Sambil berjingkrak-jingkrak, Alexo berteriak, ma kita jadi usaha….kita jadi usaha….Terlalu asyik berjingkrak dan berteriak riang, Alexo lupa  bahwa  dirumah itu ada Nining dan adik-adiknya yang kebingungan melihat  tingkah laku  ayah dan bunda mereka. Kartika akhirnya memberikan  kerdipan mata memberi isyarat kepada Alexo. Alexo tersadar dan dengan agak malu menyapa  Nining dan dua  bocah lainnya. Sambil duduk di sofa tua, Alexo  seperti terbebani fikiran baru. Hal ini dirasakan oleh Kartika. Ada apa  bang, tanya  Kartika. Aku teringat  iklah yang kau usulkan. Masalahnya kalau ada iklan tentu baiknya ada nama usaha itu. Aku belum punya nama usaha itu  kata Alexo.  Kartika  menjawab  kita bikin namanya  Kartika saja bang. Kan walaupun ini usaha mitra bersama, tapi kan aku yang menjalankan. Lagian, ini kan masih usaha kecil-kecilan jadi kita bikin saja Usaha Rumah  atau UR  Kartika.  Ehh, pintar juga kau rupanya ya..boleh juga  nama itu, jawab  Alexo. Tapi  Kartika itu bukan berarti namaku saja bang, tapi itu  juga berarti  Kartini dan Kawan-kawan. Maksudmu potong  Alexo. Kartini kan pejuang perempuan. Jadi ini usaha Kartini masa ini dan mengembangkan  Kartini lainnya.  Wah, sudah jauh rupanya pemikiranmu, jadi tolong buat saja iklannya  aku mau menghubungi  agen gas itu. Terima kasIh TUHAN  serentak mereka berlima spontan bersuara.