DOKTOR ILMU HUKUM

WELLCOME TO CAFEL



MENCERDASKAN GENERASI

MENCERAHKAN ELEMEN BANGSA

MEMBUKA JENDELA DUNIA







Monday, April 05, 2010

DISIPLIN SINGAPORE NEPOTISME JAKARTA


Singapura sebuah negara yang kecil. Sumber daya alamnya hampir bisa dikatakan tidak ada dibandingkan dengan tetangganya Indonesia, Malaysia, Thailand. Meskipun miskin sumber daya alam tapi Singapura jauh lebih kaya dibanding negara sahabatnya tersebut. Banyak pertanyaan sudah dijawab baik melalui seminar internasional maupun regional berkenaan dengan keajaiban Singapura. Sebanyak jawaban diberikan tapi lebih banyak lagi muncul pertanyaan. Seolah kurang waktu untuk menerawang kehebatan Singapura.

Akoe sendiri termasuk yang jarang ke Singapura. Padahal dari jarak, relatif terjangkau apalagi dengan adanya fasilitas non fiscal. Kali ini saya berkesempatan melihat tetangga kecil ini. Kunjungan saya sebelum ini sekitar tujuh tahun lalu. Perjalan kali ini memiliki misi khusus yaitu untuk memperkenalkan sebuah negara yang ajaib kepada putera sulungkoe. Akoe berharap keajaiban yang terjadi di negara pulau ini dapat memberikan inspirasi bagi dia untuk memajukan negara Indonesia khususnya ibukota Jakarta.

Setelah tiba di Harborbay – Batam, kami langsung naik kapal cepat. Biaya tiket pulang pergi untuk orang sebesar SGD 54. Setelah 35 menit di dalam Kapal kami tibad di Horbourfront Singapore. Kami tidak mengalami hambatan ketika diperiksa imigrasi Singapura. Akoe meminta Cok memilih moda transportasi dengan memberi informasi apabila naik MRT kita tidak bisa melihat apa-apa. Dia memilih taksi. Tujuan kami Burtley Road. Kami sudah memutuskan bahwa kami akan mengikuti misa Jumat di Burtley Christian Church. Ibadah dipimpin Pendeta Stephen Tong, seorang pendeta Senior dan sangat terkenal di Jakarta.

Semula, akoe menduga gedung besar yang mirip auditorium itu akan lengang karena sedikit orang yang akan ibadah. Dugaan itu muncul karena saat ini libur panjang dan ibadah dibawa dalam bahasa Indonesia. Syukurlah, menjelang ibadah dimulai, hampir seribu kursi telah dipenuhi. Ibadah berjalan lancar, terlebih lagi banyak orang yang mengambil keputusan untuk menjadi Petobat baru.

Hari sudah hampir pukul 19 waktu Jakarta, kami masih menunggu taksi menuju penginapan. Mungkin karena Bartley bukan daerah bisnis, jadi agak lama juga menunggu taksi. Nyaris tigapuluh menit kami baru dapat taksi. Akoe menyebut Fragrance Pearl Hotel ke pengemudi, tapi dia balik bertanya Fragrance yang mana. Geylang sahutkoe. Dia konfirmasi bahwa ada lima Fragrance di Geylang. Show me the address lanjutnya. Akoe menunjukkan selembar peta lokasi hotel. Oke katanya dan kami meluncur.

Dalam perjalanan pengemudi bertanya, bagaimana kalian tiba di Burtley? Akoe jawaba kami hanya menunjukkan alamat kepada pengemudi taksi di Harbourtfront. Oh, katanya sambil mengangguk. Dua puluh menit kemudian kami tiba di Pearl. Istirahat.

Esok pagi, akoe melirik sekitar lewat celah tirai jendela. Gelap. Akoe melirik arloji, 6.00 (Jakarta). Setelah berkemas, kami ke luar untuk mencari sarapan pagi. Pearl tidak memeiliki restoran jadi kami memilih keluar.

Dari makanan yang dipajang di etalase, akoe berkata kepada Cok bahwa daerah ini mungkin sama dengan Mangga Besar di Jakarta. Hampir semua warung menawarkan pig alias pork. Satu blok dari Pearl kami menemukan restoran India Muslim dan Thailand Muslim. Tapi kami memilih masakan Vietnam.

Setelah sarapan, kami berjalan sekitar area Geylang. Cok bertanya mengapa Singapura lebih maju? Dalam obrolan itu, tercetus pernyataan saya yang kemudian saya renungkan. Akoe menyatakan bahwa kunci kemajuan Singapura adalah disiplin. Oh ya, seperti dinyatakan Lee Kuan Yew, komentar Cok. Lalu akoe menlanjutkan, bahwa berbeda dengan Jakarta yang dibangun bukan atas dasar disiplin. Jadi dasarnya apa, Cok kembali bertanya. Sejenak akoe diam lalu menjawab, nepotisme.

Nepotisme yang saya maksud adalah menunjuk orang dalam suatu jabatan dalam pemerintahan dan badan usaha diutamakan berdasarkan relasi atau teman. Parahnya, kebiasaan buruk itu terbawa-bawa sampai sekarang. Lihatlah apa yang dilakukan di Jakarta, lanjutkoe.

Orang bekerja tidak optimal. Karena di kantor terdiri dari teman dan relasi, maka sebagian besar waktu mereka dihabiskan mengobrol. Topik bahasannya pun tidak jauh dari seputar keadaan keluarga di kampung atau keadaan kelompok. Setelah mengobrol,mereka baru sadar setelah direktur nyeletuk, eh udah jam sebelas sambil menunjukkan arloji yang baru dibeli saat kunjungan ke eropa.Meskipun ada kesadaran sudah membuang waktu sebegitu banyak, obrolan mereka masih diteruskan. Kali ini topiknya memilih tempat makan siang. Selanjutnya mereka ngobrol lagi di rumah makan. Topiknya tidak berbeda dengan obrolan kemarin. Bahkan sebagian besar obrolan di rumah makan sudah dilontarkan saat obrolan pagi ini di kantor. Makan siang berlalu, tapi obrolan masih berjalan sampai hampir pukul lima belas. Kembali ke kantor, duduk di meja dan kembali ngobrol di sudut ruangan. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul tujuh belas dan mereka bergegas untuk kembali ke rumah. Kebiasaan ngobrol tersebut menyebabkan Jakarta tertinggal jauh dari Thailand, Malaysia apalagi Singapore.

Produktifitas atau kinerja berkembaran dengan konsumsi yang tinggi. Orang malas biasanya doyan makan tapi orang yang bekerja keras mampu mengendalikan hawa nafsu.

Untuk membiayai pola konsumtif orang Jakarta sementara prestasi nyaris kacamata alias nol besar maka mereka melakukan nepotisme yang sangat berbahaya yaitu korupsi. Cok sudah melihat keadaan negara kita yang penuh dengan korupsi kan, lanjutkoe mengarahkan dia untuk kembali fokus pada pembicaraan kami.

Nepotisme itu bisa menghasilkan dua hal yaitu keamanan dibarengi kinerja dan produktifitas kacamata. Survey menunjukkan bahwa hampir semua negara maupun usaha yang dibangun dengan nepotisme jatuh pada produktifitas kacamata bahkan terlalu sering masuk dalam jebakan korupsi.

Jadi untuk membangun suatu pribadi, kelompok atau bangsa harus dengan disiplin. Disiplin wajib dimulai dari diri sendiri.


Fragrance Hotel, Pearl Geylang Singapore 3 april 2010

Untuk generasi muda yang mau mengubah Jakarta dan Indonesia

Kisah Kreasi : UANG KOSTUM TANGKAP ULAR

Sewaktu akoe duduk di bangku SD kelas empat, akoe masuk tim senam pagi indonesia. Pada masa itu, departemen pendidikan baru saja meluncurkan program olah raga pagi bagi semua siswa sekolah di Indonesia yang disebut dengan Senam Pagi Indonesia (SPI).

Menjelang bulan Agustus, semua sekolah yang tediri dari 6 SD di desa saya melakukan persiapan untuk merayakan HUT RI. Setiap sekolah diseleksi dan murid-murid yang memiliki keterampilan, akan dipilih menjadi tim SPI yang akan ditampilkan di Kecamatan.

Saya menjadi salah satu siswa yang dipilih masuk dalam tim SPI. Setiap hari kami harus latihan bersama senam SPI massal bersama dengan siswa dari SD lain. Akoe berasal dari SD No. 2. Latihan dilakukan setiap pkl. 11.00 siang.

Akoe sangat menyukai kegiatan olah raga terlebih lagi kegiatan massal. Alasan utama yang mendorong saya menyukai kegiatan olah raga karena dapat dispensasi tidak belajar. Selain itu, banyak kesempatan berkenalan dengan siswa dari sekolah lainnya. Di atas semua itu, saya berangan-angan akan mendapat hadiah atau pialah dari Kecamatan apabila tim kami dapat mencapai regu terbaik se kecamatan. angan-angan dan kesenangan tersebut membuat saya dan beberapa teman semangat berlatih sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah menguasai SPI tersebut.

Semangat dan kebersamaan ternyata belum cukup menjadi modal untuk menjadi tim pilihan. Ketua regu yang merupakan guru sekolah kami menginformasikan bahwa tidak semua siswa yang latihan diikutsertakan dalam perlombaan senam. Tim akan dibentuk menjadi dua regu, regu inti dan regu cadangan. Regu intilah yang menjadi tim yang tampil dalam pertandingan.

Semua syarat yang ditetapkan dapat saya penuhi, kecuali kostum. Untuk keterampilan saya masuk terbaik, bahkan saya menjadi bagian dari instruktur senam di sekolah kami.

Panitia telah menetapkan bahwa setiap peserta wajib mengenakan kaos berlogo senam pagi indonesia dan sepatu hitam model sepatu pesilat china. Dari perbincangan dengan teman lain, orang tua pada umumnya mempertanyakan syarat kostum itu. Terlebih lagi, kostum itu bukan merupakan seragam harian sekolah. Untuk memenuhi seragam sekolah, putih-putih dan pramuka dengan sepatu karet warna putih orang tua sudah kewalahan menuhinya. Apalagi jika ditambah pakaian senam ini.

Orang tua saya, selain kurang setuju dengan idenya, ketidak setujuannya terlebih karena alasan moneter. Dari mana uang untuk membeli baju dan sepatu itu? Untuk mengganti baju pramuka kakakmu saja Emak masih susah, keluhnya saat saya menyampaikan syarat Panitia SPI. Aku tidak berdebat dengan Emak karena faktanya memang demikian. Akoe sendiri prihatin dengan keadaan kakak yang sudah remaja, tapi pakaian sekolahnya selalu dari 3 generasi sebelumnya. Maklumlah, kami 7 bersauara, dan kakak anak ke 4.

Semakin hari, akoe semakin digelisahkan oleh pakaian yang belum ada. Hanya inilah yang menjadi hambatan bagiku untuk masuk regu inti dan mewujudkan angan-anganku. Penentuan regu inti akan dilakukan 2 minggu sebelum hari H.

Menjelang penentuan regu inti, akoe pulang sekolah lebih awal karena tidak ada latihan. Emak mengajak akoe mencari kayu bakar (biji kelapa sawit yang kering). Selesai makan siang, kami pun berjalan menuju area yang kami perkirakan mendapat kayu bakar. Kami menuju tanaman sawit di pinggir sungai.

Kami menelusuri tiap piringan pohon sawit untuk melihat apakah ada biji sawit yang sudah kering karena terlambat di panen. Perusahaan tidak keberatan jika penduduk mengambil biji sawit kering karena sudah merupakan barang sampah. Meskipun akoe dan emak berbeda arah, tapi jarak kami tidak berjauhan.

Setelah menelusuri beberapa pohon dan keranjang emak sudah hampir separuh, tiba-tiba emak memanggil saya perlahan. Bet, sini lekas, sini sambil menunjuk sesuatu yang dilihatnya. Akoe bergegas ke arah Emak dan menuju pandang pada arah yang ditunjuknya. Emak menunjukkan seekor ular sanca sedang pulas melingkar disemak-semak. Akoe melihat wajah Emak mengisaratkan sebuah pesan bahwa ada jawaban dari masalah yang akoe hadapi. Kami semua sudah tahu bahwa ular seperti itu bernilai. Bagaimana cara menangkapnya? tanya Emak. Lalu Emak menarik kulit batang kelapa, menjalinnya dan membentuk seutas tali seperti laso. Tapi Emak bingung dengan laso di tangannya karena tidak bisa menjerat ular itu. Barangkali karena bisikan dan gerakan kami, si ular bangun dan mulai bergerak. Emak langsung berkata, jangan biarkan lolos, ini berharga buat kita. Akoe mengambil pelepah kelapa dan menakut-nakuti ular agar tidak lari. Emakpun bertindak yang sama. Ular bergerak ke arah batang pohon sawit.

Melihat situasi tersebut, akoe berpikir, harus dilakukan tindakan untuk meringkus binatang tersebut. Secara spontan, akoe berkata kepada Emak, Begini saja, nanti kalau akoe bilang siap, Emak menyediakan karung saja. Maksudmu? konfirmasi Emak. Buka karungnya saat kutangkap dia. Ha, berani kau peranjat Emak? Dari pada tidak ada kesempatan jawabku sambil bersiap-siap menangkap ular.

Mula-mula akoe mau menangkap ekor. Tapi teringat cerita orang tua bahwa lebih bahaya menangkap ekornya, karena bisa digigit nanti. Lalu akoe mengubah strategi. Tiba-tiba, dengan sandal jepit (karet) akoe menginjak kepala ular dengan kaki kiri dan ekornya dengan kaki kanan, sembari tanganku mengikuti. Tangan kiri memegang kepala dan tangan kanan memegang ekor. Selanjutnya aku angkat dan memasukkan ular kedalam karung dan membawa ke rumah.

Emak masih heran seolah tidak percaya bahwa kami telah meringkus ular. Setelah berjarak sepuluh meter, Emak memanggil saya. He, mau kemana kau. Bagaimana dengan kayu bakar kita? Kita pulang saja dulu, kita mau urus ini dulu, Kalau urusan kayu bakar, besok kita teruskan. Kita kan sudah mengumpulkan hampir setengah keranjang, jawabku sambil mempercepat langkah. Emak menyusul akoe di belakang.

Tiba di rumah, abang yang SMA sudah selesai makan. Melihat saya tergesa-gesa, dia bertanya, Dik ada apa, kog kelihatan buru-buru? Aku hanya mengangkat karung dan memberi isyarat uang dengan jari-jari. Abang melihat karung dan terperanjat karena dia tidak percaya akoe dan emak dapat buruan sebesar itu.

Abang lebih heran lagi setelah mengamati ular, tidak terdapat cacat dalam tubuh ular apalagi kulitnya. Bagaimana kalian menangkapnya, kog tidak ada lukanya? Tanya abang ingin tahu. Emak sambil terkikik geli menirukan cara akoe meringkus ular itu. Bah, hebat kali kau, tidak takut? Tanya padaku. Akoe bilang, saat itu yang ada dalam pikiran saya ular ini harus dapat dan dalam waktu sekejab dan spontan cara itu mengalir begitu saja. Akoe tidak takut sedetikpun.

Abang menginformasikan bahwa mungkin harga ular itu di atas harga biasa karena masih hidup dan tanpa cacat. Emak meminta abang untuk menjual ular itu ke kecamatan. Sebelum abang pergi, Emak bertanya kepada saya. Apa yang kau inginkan dibeli abangmu nanti? Akoe meminta kalau boleh dibelikan seragam SPI. Selebihnya terserah emak. Oh, jadi kau masih pingin ikut regu inti ya….seloroh emak.

Selepas magrib, abang pulang dengan membawa beraneka belanjaan. Tentu saja, abang pertama sekali menunjukkan kostum SPI yang sedang trend termasuk sepatunya. Abang juga membeli kebutuhan di dapur dan kain untuk Emak. Melihat bawaan yang demikian, Emak bertanya, darimana uangnya, kog banyak belanjaanmu? Abang dengan senyum menjawab, kan sudah kubilang tadi harganya pasti bagus. Dan betul, lagi rezeki kawan ini agaknya, toke tidak pelit seperti biasanya, jadi akoe dapat harga bagus.

Akoe akhirnya dapat menjadi regu inti SPI. Pada hari H, kami tampil dengan semangat dan mendapat juara II. Acara tidak jadi di Kecamatan, tapi dipindahkan ke Kantor Pusat Perkebunan di Bah Jambi.

Jakarta Maret 2010

Salam berjuang untuk kakak dan kelas alumni dari SD No. 2 Dolok Sinumbah