Alexo membuat sebuah keputusan yang radikal pada awal Maret 2009. Ia mengingat mimpinya yang sudah lama terkubur memiliki bisnis, seperti sepupunya. Bisnis yang dipilihnya adalah menjadi pengecer gas isi ulang ukuran kecil. Penghasilan yang diperolehnya sebagai karyawan di sebuah perusahaan swasta tidak menjamin tersedianya kebutuhan isteri dan ketiga anaknya. Apalagi Nining puteri sulungnya sudah akan menginjak bangku SD tahun ini. Dari bisik-bisik menjelang tidur dengan isteri tersayang Kartika, Alexo kaget mengetahui uang pertama masuk sekolah masa sekarang mencapai puluhan juta.
Keputusan radikal itulah yang membuat Alexo kelihatan lebih pendiam dan sibuk akhir-akhir ini. Pergulatan dalam fikirannya menghanyutkan Alexo pada berbagai masalah. Alexo seolah-olah terhisap oleh kuatnya suara yang mendengung-dengung. Bisnis itu susah. Bagaimana kalau gagal. Barang dagangan tidak laku. Saingan banyak dan modalnya lebih kuat. Namun yang paling membebat hati dan fikiran Alexo adalah dari mana modal usaha. Bisnis butuh modal…usaha perlu biaya dan pengorbanan. Kartika tak kuasa membendung kegalauan fikiran Alexo karena Kartika sendiri sangat mendukung mimpi Alexo untuk memulai bisnis, tapi Kartika belum punya jalan keluar untuk mencari modal. Sekali pernah Kartika menyarankan Alexo untuk pinjam modal dari teman. Tapi siapa? Teman Alexo hampir semua mempunyai masalah yang sama.
Meskipun dilanda kebuntuan modal usaha, Alexo tetap bertekad untuk memvisualisasikan impiannya berbisnis. Walaupun belum punya modal dia mencari informasi harga tabung gas ukuran kecil. Dimana lokasi usaha yang akan dijalankan. Alexo juga sudah memiliki komunikasi dengan agen gas. Selain itu, Alexo sudah menghitung tetangganya yang akan jadi pelanggan. Dia sangat meyakini bahwa semua warga masyarakat di sekitarnya sudah menggunakan gas mengikuti program konversi minyak tanah ke gas yang dicanangkan pemerintah sejak tahun lalu. Secara kasar Alexo memerlukan dana sekitar Rp.9 jt yang akan dipergunakan untuk :
- membeli tabung kosong 50 @Rp.150.000
- membeli isi gas 25 tabung @Rp.14.000
- membuat iklan 500 lbr @Rp.100
- sewa kios sebulan Rp.500.000
- biaya operasional Rp.500.000
Alexo memperhitungkan jumlah keluarga di dalam wilayah usahanya yang menggunakan gas ukuran 3kg sekitar 600 kepala keluarga. Dengan rata-rata pemakaian 1 tabung dua minggu, Alexo mempunyai target akan menjual 20 tabung sehari. Kartika mengusulkan agar dibuat iklan untuk pemberitahuan kepada warga. Mulanya Alexo kurang sependapat dengan Kartika mengenai iklan karena alasan pemborosan biaya. Tapi Kartika berhasil menghilangkan keraguan Alexo dengan menjelaskan bahwa banyak warga yang tidak tahu menahu perkembangan warga di sekitarnya. Biasalah penyakit umumnya warga Jakarta, cuek alias autis. Selain menyetujui pemasangan iklan, Kartika kebagian tugas untuk membuat iklannya. Selain untuk menghargai Kartika, Alexo menyetujui iklan karena dia kurang paham komunikasi massa. Terlebih lagi, yang menjadi perhatian utamanya adalah modal. Dari mana cari modal?
Alexo pernah berfikir untuk meminjam ke bank, mengingat dia memiliki rekening di salah satu bank besar. Rekening itu merupakan penampungan penghasilan Alexo dari perusahaan. Niat ke bank urung dilanjutkan karena Alexo pernah mendengar dari kawan dekatnya betapa susahnya mengajukan pinjaman ke bank. Meskipun saat ini sedang digalakkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) tapi tetap saja bank mempersyaratkan jaminan. Bahkan Alexo hampir tidak percaya mendengar untuk mencairkan pinjaman yang disetujui tidak gratis. Harus mengeluarkan biaya survey, amplop pelumas bahkan jasa para pejabat bank. Masih menurut teman Alexo, tetangganya yang berhasil mendapat pinjaman bank Rp. 25 jt harus disunat sekitar Rp.1 jt. Tapi tetangganya tidak berdaya dan suka tidak suka terpaksa rela. Memasuki minggu ke empat bulan Maret 2009, Alexo masih belum menemukan jalan lurus untuk mendapat modal usaha yang sudah ditimang-timangnya setiap saat. Bahkan Kartika sering mengingatkan agar Alexo makan dan istirahat yang akhir-akhir ini mulai dilupakan Alexo.
Suatu hari, Alexo menghadiri rapat karyawan yang diselenggarkan divisi untuk perkenalan dengan bos baru. Seperti biasa, Alexo kurang semangat mengikuti rapat karena selama ini tidak ada artinya bagi Alexo dan teman-teman. Bahkan Alexo sering tidak hadir dengan mengemukakan ada tugas pada saat yang bersamaan dengan rapat. Tapi karena perkenalan dengan bos baru, Alexo menghadiri rapat itu. Alexo akhirnya tahu bos baru masih muda, bernama Andila dari Sulawesi.
Setiap hari Jumat sore, teman sekerja Alexo melakukan olah raga tenis di belakang kantor. Alexo tidak rutin berlatih. Jumat kali ini Alexo berada di lapangan tennis niatnya bukan untuk latihan tapi mau curhat kepada seorang temannya mengenai mimpinya yang menjadi “hantu” akhir-akhir ini. Isteri temannya ini bekerja di Departemen Keuangan. Melalui temannya ini, Alexo mau pinjam uang untuk modal.
Karena Alexo bukan petenis sejati, maka dia memberikan kesempatan kepada rekan lain untuk bermain tennis meskipun dia berhak main terlebih dulu karena dia datang lebih awal. Sambil duduk memperhatikan pukulan temannya, secara tidak sadar, Alexo menggeleng-gelengkan kepala mengikuti bola yang bergerak ke arah lawan. Sesekali Alexo histeris berteriak ketika regu di kanannya gagal memanfaatkan bola yang matang untuk di smash. Larut dalam serunya permainan rekannya Alexo seakan melupakan sejenak beban fikirannya bahkan tujuan utamanya hadir di lapangan tenis sore itu. Bukan hanya rekannya yang asyik berusaha memindahkan bola, Alexo sendiri tidak menyadari kehadiran seorang lain di lapangan itu. Alexo dan rekannya fokus pada gerakan bola tennis. Tiba-tiba terdengar suara datar, “ Bagus juga permainannya”. Suara itu sontak mengejutkan Alexo. Sambil menoleh ke arah pemilik suara, spontan Alexo berucap “ Ehhh pak Andila, maaf pak tidak tahu Bapak datang. Oh tidak apa-apa jawab pak Andil sambil menatap permainan dilapangan.
Pak Andila mengambil posisi duduk di samping Alexo. Alexo sedikit canggung, karena tidak biasa bersentuhan dengan bos selama ini. Kecanggunang Alexo tidak bertahan lama karena Pak Andila membuka percakapan yang mengesankan keramahan. Alexo sendiri mulai mengimbangi percakapan dengan pak Andila bahkan dia mencetuskan niatnya untuk berbisni kecil-kecilan. Beruntung, pak Andila memberikan dukungan moral kepada Alexo untuk segera berusaha. Selain itu, pak Andila berjanji akan mengunjungi rumah Alexo hari Sabtu esoknya.
Seakan mimpi di siang bolong, Alexo seperti mau pingsan ketika hapenya berbunyi dan suara disebelah dikenalnya pak Andila. Lebih menegangkan lagi, pak Andila sudah parkir di depan rumah Alexo. Wah, pak Andila silahkan, repot-repot mengunjungi gubuk kami… basa basi keluarg dari mulut Alexo. Sembari berjalan ke pintu masuk, Alexo memanggil Kartika dan memperkenalkan pak Andila.
Belum lama duduk, pak Andila menyampaikan bahwa dia tertarik pada perbincangan kemarin mengenai rencana Alexo berbisnis. Kedatangan pak Andila selain silaturahim, juga mau mendalami usaha Alexo. Bahkan setelah memperhatikan wilayah sekitar, pak Andila menawarkan kerjasama. Saya bersedia memberikan modal, asalkan pak Alexo dan ibu Kartika sehati dan serius untuk berusaha. Apakah usahanya dijalankan di rumah ini atau ada tempat lain? lanjut pertanyaan pak Andila. Kartika menjawab sebaiknya di rumah ini dulu pak Andila, sambil melihat perkembangannya nanti. OK, itu baik sekali. bagaimana pak Alexo kapan mulai bisnis ini? Sudah ada kesepakatan dengan agen gas itu? Dengan agak ragu Alexo menjawab, sudah pak, bahkan mereka sudah beberapa kali menanyakan kapa dikirim barangnya. Nah, kalau begitu silahkan dimulai saja. Hari senin, uangnya saya serahkan. tapi janji lho, kita mitra dan aku bukan kreditor. Baik pak serentak Alexo dan Kartika menjawab. Baiklah pak Alexo dan ibu, saya mohon pamit.
Setelah mengantar kepulangan pak Andila, Alexo setengah berlari masuk ke rumah dan langsung merangktul Kartika. Sambil berjingkrak-jingkrak, Alexo berteriak, ma kita jadi usaha….kita jadi usaha….Terlalu asyik berjingkrak dan berteriak riang, Alexo lupa bahwa dirumah itu ada Nining dan adik-adiknya yang kebingungan melihat tingkah laku ayah dan bunda mereka. Kartika akhirnya memberikan kerdipan mata memberi isyarat kepada Alexo. Alexo tersadar dan dengan agak malu menyapa Nining dan dua bocah lainnya. Sambil duduk di sofa tua, Alexo seperti terbebani fikiran baru. Hal ini dirasakan oleh Kartika. Ada apa bang, tanya Kartika. Aku teringat iklah yang kau usulkan. Masalahnya kalau ada iklan tentu baiknya ada nama usaha itu. Aku belum punya nama usaha itu kata Alexo. Kartika menjawab kita bikin namanya Kartika saja bang. Kan walaupun ini usaha mitra bersama, tapi kan aku yang menjalankan. Lagian, ini kan masih usaha kecil-kecilan jadi kita bikin saja Usaha Rumah atau UR Kartika. Ehh, pintar juga kau rupanya ya..boleh juga nama itu, jawab Alexo. Tapi Kartika itu bukan berarti namaku saja bang, tapi itu juga berarti Kartini dan Kawan-kawan. Maksudmu potong Alexo. Kartini kan pejuang perempuan. Jadi ini usaha Kartini masa ini dan mengembangkan Kartini lainnya. Wah, sudah jauh rupanya pemikiranmu, jadi tolong buat saja iklannya aku mau menghubungi agen gas itu. Terima kasIh TUHAN serentak mereka berlima spontan bersuara.
No comments:
Post a Comment