Dalam ilmu ekonomi dasar, kebutuhan manusia (baca- raktyat) terdiri dari kebutuhan pangan, sandang, pangan, jaminan hari tua. Kebutuhan tersebut digolongkan pada kebutuhan primer. Secara strata, di atas kebutuhan primer masih ada kebutuhan sekunder bahkan tertier. Namun untuk rakyat, memenuhi kebutuhan lengkap juga sudah merupakan suatu prestasi. Di atas 60 % penduduk Indonesia umumnya berada pada kelas rakyat. Dari jumlah itu, sebagian kecil saja rakyat yang memiliki kemampuan untuk memenuhi unsur pangan, sandang, papan, jaminan hari tua secara lengkap. Ada kelompok yang hanya mampu memenuhi pangan saja itu pun relatif banyak yang hanya sekedar makan saja. Makanan yang bergizi lengkap yang sering dikumandangkan lewat iklan televisi dan radio semakin jauh dari jangkauan. Kelompok lain semakin banyak yang kehilangan papan (baca-rumah) akibat semakin maraknya bencana alam atau buatan manusia. Bahkan mereka yang dulunya memiliki rumah super sederhana sekarang tinggal di bawah tenda. Usaha untuk membangun rumah super sederhana tersebut tidaklah dapat disamakan dengan cerita loro jongrang yang membangun candi dalam satu malam. Mereka telah mengumpulkan lembar demi lembar uang ribuan bahkan recehan yang lebih kecil selama berpuluh tahun untuk mendirikan sebuah pondok yang setara dengan gubuk di pedesaan. Jerih payah selama berpuluh tahun sirna diterpa badai tsunami, banjir air, banjir lumpur bahkan kebakaran. Ironisnya, banyak yang menamakan dirinya tokoh rakyat memberi janji untuk mengganti kerugian tapi waktu sudah menghitung pergantian siang ke malam; dari malam ke siang beribu kali, tetap saja janji tinggal janji. Hati semakin teriris mengetahui mereka kehilangan pangan juga, buah dari kehilangan mata pencaharian mengikuti kehilangan papan. Keadaan rakyat semakin bertambah parah ketika mereka juga mulai kehilangan harapan terhadap masa depan.
Setiap agama atau kebenaran selalu mengajarkan agar umatnya memiliki harapan meskipun kondisi pahit getir. Kekuasaan yang diwakili pemerintah juga tidak henti-hentinya meniupkan slogan agar rakyat tetap berharap dan berharap. Semakin kencang tiupan slogan, rakyat semakin menjauh dari asa. Anarkis, merupakan kata-kata yang tidak diajarkan dalam agama atau kearifan lokal, tapi justeru kata anarkis semakin genjar bermunculan dalam perbincangan dari pagi sampai sore, di kalangan rakyat maupun kalangan elite. Kata anarkis seperti berkorelasi positif dan signifikan dengan tiupan slogan penguasa. Semakin hari, tindakan anarkis bertebaran di tengah komunitas rakyat.
Satu ribu (one thousand)
sejatinya, rakyat di Indonesia tidak perlu melakukan perbuatan anarkis atau memiliki perilaku anarkis. Indonesia dengan kekayaan alam yang super melimpah, penduduknya yang sudah berbilangan 200 juta merupakan unsur yang cukup sebagai modal pembangunan suatu bangsa. Selain super melimpah, kekayaan alam Indonesia juga beraneka ragam jenis dan sektornya. Satu hal yang patut disesalkan adalah hubungan antara kekayaan alam dan jumlah penduduk tidak seiring sejalan. Kekayaan alam dieksploitasi untuk memuaskan perut (konsumtif) saja dan mengabaikan kecerdasan dan kearifan (human investment). Pendidikan seharusnya sudah berpacu didepan slogan dan perut, tapi selama berpuluh-puluh tahun anggaran pendidikan relatif kecil sehingga prestasi atau mutu pendidik dan pendidikan Indonesia semakin melorot. Sayangnya, selain pemerintah tidak ada sektor lain yang memiliki visi untuk memajukan pendidikan.
Pendidikan menjadi kunci karena pendidikan akan menjadi jawaban terhadap cara untuk meningkatkan harapan didalam diri rakyat. sudah menjadi budaya umum di Indonesia, bahwa papan, sandang boleh miskin, tapi sekolah tetap jalan terus. Bahkan rakyat yang kehilangan papan dan pangan pun tetap berjibaku untuk mendorong pendidikan anak-anaknya. Satu hal yang menjadi visi dan misi keluarga adalah agar kelak si anak memiliki masa depan yang lebih baik dari kehidupan sekarang. Sayangnya, nasib tetap tidak berpihak pada rakyat. Kala rakyat sulit memenuhi papan dan pangan, beban bertambah lagi dengan semakin hari biaya pendidikan semakin mahal bahkan seperti pesawat yang tinggal landas, mendaki dengan lajunya. Sekali lagi, slogan dan slogan disertai janji-janji menjadi bumbu orasi pada saat pemilihan kepala daerah (PILKADA) dan pemilihan kepala negara (PILKANE). Pil-pil tersebut tidak mampu memberikan ketentraman rakyat, bahkan sebagaimana salah makan pil, rakyat bertambah pusing.
Rakyat yang sakit pusing, harus diterapi secara benar. Salah terapi berakibat langsung dan tidak langsung pada semakin parahnya kepusingan. Untuk terapi yang benar perlu diterapkan ekonomi rakyat yang nyata-nyata merakyat.
Di tengah rakyat telah bermunculan konsep ekonomi rakyat bak jamur di tengah hujan. Anehnya, semakin banyak konsep, relasi terhadap perbaikan nasib rakyat semakin jauh. Terakhir, dengan sedikit memaksa, pemerintah kembali menggulirkan Bantuan Langsung Tunai (BLT), tapi selain menuai kritikan program BLT ini hanya menambah rakyat berfikir sesaat dan tidak jarang yang sesat karena realitanya rakyat tetap melarat.
Meskipun telah banyak konsep ekonomi rakyat di tawarkan, namun dengan semangat yang mulia, penulis juga menawarkan sebuah konsep ekonomi rakyat yang disebut dengan Pendidikan atau Modal usaha Satu Ribu yang selanjutnya disingkat Satu ribu.
Konsep satu ribu, difokuskan untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan. Tujuan utamanya adalah memberikan bantuan pendidikan bagi anak bangsa yang memiliki kemampuan untuk bersaing di tingkat international.
Siapakah mereka?
Mereka adalah tunas harapan bangsa yang terpilih secara alamiah dengan menunjukkan bakat dan keterampilan untuk menjadi manusia unggulan di tengah dunia persilatan yang dengan sukarela akan mengabdikan diri dan kemampuannya untuk mengembangkan potensi kekayaan alam tanah air untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa ditengah kehidupan bangsa-bangsa.
Mereka adalah putera-puteri terbaik dari nusantara yaitu :
1.suku Aceh, Batak, Minang, Palembang.
2. Suku Sunda, Jawa, Bali. Kalimantan,
3. Suku Makasar, Manado, Ambon, Rote
pengelompokan 12 suku ini hanya contoh saja, tanpa membatasi suku lain.
Bagaimana seleksi mereka?
Masing-masing suku memilih minimal satu orang yang akan dijagokan setiap tahun, sehingga setiap tahun terdapat minimal 12 orang yang akan didukung untuk memasuki pendidikan di dunia luar.
Pendidikan yang akan dibantu mulai program S1 sampai dengan S3 dengan program yang sesuai dengan potensi sumber daya yang menonjol di daerah masing-masing. Program bantuan pendidikan selama 12 tahun.
Siapa sponsor mereka?
Sponsor utama para anak bangsa tersebut adalah rakyat itu sendiri. Caranya?
Setiap satu orang putera bangsa yang akan diutus, didukung oleh minimal satu ribu orang. Dukungan tidak dibatasi dari suku masing-masing, dianjurkan lintas suku.
Setiap satu orang dari satu ribu, memiliki komitmen untuk mendukung putera bangsa tersebut selama 15 tahun. Komitmen dibuktikan dengan sikap hidup sehari-hari minimal setiap kali makan, maka wajib menyisihkan uang satu ribu rupiah. Kalau makan sehari 2 kali, maka sehari dia mengumpulkan 2 ribu.
Walaupun miskin rakyat di Indonesia tetap saja mampu makan. Setiap orang yang makan, berarti memiliki kemampuan untuk investasi pada pendidikan (human investment).
Apabila kelompok satu ribu komitmen untuk memberikan satu ribu rupiah setiap makan atau dua ribu rupiah setiap hari, maka dalam sebulan sudah menyisihkan uang enampuluh ribu rupiah. Jika dikalikan dengan satu ribu orang, maka sebulan dapat mengumpulkan Rp.50 jt – Rp.60 jt.
Untuk membiayai seorang S1 di MIT atau Harvard atau Princeton atau Yale tidak sampai Rp.50 jt perbulan.
Kalau penduduk Indonesia yang memiliki kemampuan makan 2 kali mencapai 100 juta, maka dalam sebulan dapat mengumpulkan uang Rp.6.000.000.000.000,- ( 2.000 x 30 x 100.000.000.).
Apabila dikelola dengan baik, maka uang itu akan berlipat ganda dan sangat cukup untuk menjadi modal bagi keunggulan pendidikan anak-anak bangsa.
Manajemen satu ribu tersebut tidak memerlukan biaya over head yang besar karena jika dikelompokkan dalam kelompok satu ribu maka manajemennya akan lebih mudah ditangani masing-masing kelompok.
Selain biaya pendidikan, uang kelompok satu ribu sangat cukup menjadi modal usaha bagi anak bangsa untuk dikembangkan sesuai dengan keahliannya.
Melihat kenyataannya di Indonesia, dari 12 suku tersebut di atas, hampir dipastikan masing-masing suku dapat membentuk masing-masing 100 kelompok satu ribu sehingga jumlah kelompok pertama sebanyak 1.200 kelompok atau tahun pertama 1.200 orang putera terbaik bangsa dapat didukung ke universitas terbaik di dunia. Tahun berikutnya akan tumbuh kelompok baru dan mereka akan mendukung generasi baru.
dalam kurun waktu 15 tahun maka terdapat 100 doktor dari berbagai bidang yang memiliki keunggulan akan menjadi tunas harapan untuk membangun daerah masing-masing. Apabila menggunakan program S1 dalam negeri, maka waktu untuk menambah jumlah doktor dapat dipersingkat dan biayanya dapat menambah jumlah anak bangsa yang akan dibiayai.
satu kata kunci, maukah kita? jawabnya simple dan tidak berbiaya mahal. Mau.
No comments:
Post a Comment