Pertengahan Juli 2009, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Pasir Pangaraian Kabupaten Rokan Hulu Riau. Keinginan untuk berkunjung sudah lama terpendam bahkan sudah hampir 10 tahun. Hambatan utama selama ini adalah transportasi. Prasarana jalan darat yang tersedia relatif buruk. Waktu tempuh yang dibutuhkan tidak kurang dari enam jam. Bayangkan untuk kalau di Jawa, waktu tempuh selama itu sudah menghubungkan ujung Barat sampai ujung Timur. Ironis memang.
Perjalanan ke Pasir kali ini saya tempuh karena sarana jalan darat sudah diperbaiki. Hal itu bukan hanya promosi, tapi fakta yang patut diacungkan jempol. Perbaikan jalan tersebut memotong waktu tempuh menjadi empat jam bahkan kalau agak ngebut waktu tempuh bisa kurang dari empat jam. Katanya, perbaikan jalan merupakan konsekuensi dari pemekaran daerah yang menjadi Rokan Hulu sebagai Kabupaten dengan pusat pemerintah di Pasir Pangaraian.
Informasi mengenai Kabupaten baru ini relatif terbatas. Sebelum berangkat ke Rohul sebutan yang lebih populer, saya mencari informasi tentang Rohul melalui dunia maya. Tak disangka, informasi Rohul sangat terbatas, yang mengundang tanda tanya.
Pada suatu pagi, aku menikmati sarapan pagi di warung yang menyediakan lontong dan pecal serta nasi goreng. Semula niat untuk memesan lontong. Namun, "ete" yang melayani menginformasikan bahwa hari tertentu lontong tidak tersedia. Pagi ini hanya ada nasi goreng. Tanpa pikir dua kali aku memesan nasi goreng.
Menunggu datangnya pesanan, saya melihat informasi di warung itu. Aku tertarik mengamati sebuah tanggalan yang mencerminkan informasi Rohul. Dari halaman kalender itu, saya mengetahui bahwa Rohul memiliki visi dan misi antara lain Menjadi Kabupaten Teladan 2018. Aku kaget karena tidak percaya. Keheranan saya spontan muncul karena kata teladan dan 2018. Sekarang 2009 kurang setengah tahun. Berarti sisa waktu tersedia untuk mencapai visi dan misi itu tinggal kurang dari sembilan tahun. Apakah sasaran itu tidak kelewat percaya diri atau sekedar jualan politik saja?
Menjadi teladan bukan berarti harus memiliki waktu berpuluh-puluh tahun. Namun menjadi Kabupaten teladan juga tidak bisa menuangkan rencana dalam kertas dan jadilah sesuai dengan perkataan (power of speech). Mari kita lihat masalah yang membentang.
Suatu pagi, saya diberitahu teman bahwa dia telah mendapat sebuah bangunan untuk dijadikan tempat usaha. Hal yang paling sulit didapat untuk usaha itu adalah listrik. Di Pasir, dia menuturkan, sangat lazim orang menjadikan meteran listrik sebagai agunan. Nilainya cukup lumayan, puluhan juta rupiah. Saya semula kurang percaya, tapi dengan fakta dan bukti yang dipaparkan saya percaya sambil heran. Seumur hidup, saya baru pertama kali mendengar fasilitas umum sebagai jaminan. Apakah ini yang disebut lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya?
Selama saya berkeliling di daerah Rohul, memang mata memandang setiap usaha apakah toko kebutuhan rumah tangga atau rumah makan, selalu memiliki generator sendiri. Ini mengindikasikan bahwa cerita teman saya itu benar adanya. Listrik tidak mudah diperoleh di Rohul. Anehnya, penerangan jalan umum relatif bagus.
Keanehan lain adalah belum tersedianya prasarana air minum. Hal ini menyebabkan setiap rumah dan atau toko, selalu memiliki sumur sendiri. Sudahlah pasti, bahwa kelancaran sumur tergantung pada listrik. Oleh karena listrik terbatas,maka bak-bak mandi diisi dengan tenaga alami alias ditimba.
Listrik dan air, merupakan benda keramat dalam memajukan kehidupan. Pada masa modern ini, tidak ada satu kelompok masyarakat di belahan bumi manapun yang dapat mencapai kemajuan yang pesat tanpa dukungan lisrik dan air. Tanpa listrik mustahil bagi para pelajar meraih prestasi yang baik. Bagaimana tidak, belajar di kelas memerlukan listrik. Apalagi untuk mendukung pelaksanaan praktikum. Demikian juga halnya di rumah, anak-anak memerlukan waktu belajar untuk mendalami materi pelajarannya. Kalau listrik tidak tersedia, mustahil bagi para anak didik bisa belajar di rumah pada malam hari.
Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, dipastikan bahwa prestasi pelajar dari Rokan akan menurun bahkan jauh ketinggalan dari dunia luar. Hidup tanpa listrik ibarat hidup dalam sebuah isolasi peradaban. Dampak signifikan kelangkaan listrik juga berimbas pada sektor ekonomi, politik, keamanan dan kebudayaan. Jadi tanpa listrik mustahil daerah bisa mewujudkan visi dan misi.
Barangkali visi dan misi yang harus diutamakan adalah menjadikan Rohul sebagai Kabupaten yang hemat energi tapi bukan tanpa energi. Pemda Rohul menyediakan listrik dan air yang memadai untuk mengembangkan usaha dan masyarakat dengan pegawasan agar penggunaan sesuai peruntukan. Selain itu, visi dan misi yang perlu dikembangkan adalah menjadi kota hijau alias green city.
Sebagai daerah yang baru, menjadi green area, relatif lebih mudah. Konsep tata kota tidak meniru kota lain yang selalu dipenuhi gedung bertingkat dan mall. Hendaknya pembangunan kota tidak disamakan dengan membangun mall atau gedung tinggi. Meskipun mewujudkan sebuah green area, namun kembali kepada kebutuhan mendasar listrik dan air harus didahulukan. Dalam membangun green city sekalipun, listrik dan air menjadi kebutuhan utama.
Jadi apapun visi dan misi yang akan dicapai, penuhi dulu saranan vital seperti listrik, air dan jalan.
No comments:
Post a Comment